KORANJURI.COM – Dua Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMPWR) Muhammad Ferdian dan Nur Ngazizah
melakukan pengabdian masyarakat dengan memberikan pendampingan pada guru SD Muhammadiyah Purworejo.
Karena berdasarkan hasil observasi, di SD ini ditemukan beberapa permasalahan utama dalam proses pembelajaran, khususnya terkait penggunaan alat peraga.
Menurut Nur Ngazizah, yang pertama, karena alat peraga konvensional yang tersedia masih sangat terbatas dan kurang menarik bagi siswa. Hal ini menyebabkan kurangnya minat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Kedua, pembelajaran yang berlangsung belum sepenuhnya mendorong siswa untuk berpikir kritis karena keterbatasan media yang bersifat interaktif.
Ketiga, belum adanya pelatihan atau pendampingan rutin bagi guru dalam mengembangkan dan memodifikasi alat peraga konvensional secara kreatif dan kontekstual, sehingga guru belum maksimal dalam memanfaatkan alat peraga untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Menanggapi permasalahan tersebut, kami melakukan tindakan berupa pendampingan pengembangan alat peraga berbasis permainan dan berpikir kritis untuk guru di SD Muhammadiyah Purworejo,” ujar Nur Ngazizah, Kamis (15/05/2025).
Kegiatan pengabdian masyarakat ini, sebut Nur Ngazizah, bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru dalam merancang serta memanfaatkan alat peraga pembelajaran yang mampu merangsang pemikiran kritis siswa melalui pendekatan permainan edukatif.
Pendekatan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gaya belajar yang beragam di kelas serta menciptakan suasana pembelajaran yang lebih aktif dan bermakna.
Pengembangan alat peraga berbasis permainan memiliki beberapa keunggulan.
“Alat peraga yang dirancang dengan prinsip permainan edukatif tidak hanya menarik minat siswa tetapi juga menstimulasi kemampuan berpikir kritis mereka. Melalui permainan, siswa diajak untuk menganalisis, mengevaluasi, serta menciptakan solusi atas masalah sederhana yang terkait dengan materi pembelajaran,” jelas Nur Ngazizah.
Dengan demikian, pembelajaran tidak lagi bersifat monoton dan guru dapat menciptakan proses belajar yang menyenangkan dan inovatif. Hal ini, menurut Nur Ngazizah, sangat penting dalam menghadapi tantangan pendidikan abad ke-21 yang menuntut keterampilan berpikir kritis dan kreatif baik bagi guru maupun siswa.
Seluruh rangkaian kegiatan pendampingan dimulai dengan tahap persiapan internal tim dan persiapan eksternal pada hari pelaksanaan. Tim melakukan analisis kebutuhan secara cermat untuk memastikan program yang diselenggarakan tepat sasaran.
Kajian dilakukan terhadap pentingnya pengembangan alat peraga berbasis permainan dan berpikir kritis, tim menyiapkan bahan pendamping dalam bentuk cetakan manual, poster, dan lembar panduan yang berisi tutorial pengembangan alat peraga, prinsip-prinsip desain alat peraga edukatif, serta strategi implementasinya di kelas.
“Materi ini disusun secara sistematis dan mudah dipahami, agar peserta dapat mengikuti proses secara langsung tanpa bergantung pada media proyeksi. Selain itu, tim juga menyiapkan rancangan soal atau aktivitas yang mengakomodasi berbagai level kognitif, mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi, sesuai dengan prinsip berpikir kritis,” ujar Muhammad Ferdian menimpali.
Soal-soal ini dirancang agar dapat digunakan dalam alat peraga yang dikembangkan sehingga siswa tidak hanya bermain, tetapi juga ditantang untuk berpikir lebih mendalam.
Pelatihan ini juga menekankan pentingnya kreativitas dan konteks lokal dalam pengembangan alat peraga.
Guru, kata Muhammad Ferdian, didorong untuk memodifikasi alat peraga konvensional dengan pendekatan yang relevan dengan lingkungan sekitar siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan bermakna.
Pendekatan ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa alat peraga yang dikembangkan secara kontekstual dan kreatif dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran serta ketercapaian tujuan pembelajaran.
Selain itu, penggunaan alat peraga berbasis permainan dapat membantu siswa memahami konsep abstrak dengan cara yang lebih konkret dan menyenangkan.
“Harapannya, dengan pengembangan alat peraga yang tepat dan kontekstual, guru dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran serta ketercapaian tujuan pembelajaran,” terang Muhammad Ferdian.
Dikatakan, bahwa guru dituntut mampu menciptakan proses belajar yang menyenangkan, inovatif, dan tidak monoton agar siswa lebih terlibat secara aktif dan tidak merasa terbebani. Dalam konteks ini, pelatihan ini menjadi wadah untuk meningkatkan keterampilan pedagogis guru, khususnya dalam mengembangkan alat peraga yang dapat mendorong berpikir kritis siswa melalui permainan edukatif.
Dengan demikian, materi pelajaran dapat disampaikan secara lebih interaktif dan menyenangkan, sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara keseluruhan.
“Secara keseluruhan, kegiatan pendampingan ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang ada di SD Muhammadiyah Purworejo. Melalui pelatihan dan pendampingan pengembangan alat peraga berbasis permainan dan berpikir kritis, diharapkan guru dapat lebih mandiri dan kreatif dalam menyusun media pembelajaran yang efektif,” kata Muhammad Ferdian.
Nur Ngazizah menambahkan, bahwa hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi juga membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi dinamika pendidikan masa depan. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih bermakna, menyenangkan, dan mampu mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang beragam.
Metode yang digunakan dalam kegiatan pelatihan pengembangan alat peraga berbasis permainan dan berpikir kritis di SD Muhammadiyah Purworejo menggabungkan pendekatan ceramah, praktik langsung, dan diskusi interaktif.
Pada tahap awal, presentasi memuat konsep dasar, manfaat, serta langkah-langkah strategis dalam merancang dan mengembangkan alat peraga yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga mampu merangsang kemampuan berpikir kritis siswa.
Presentasi ini menjadi fondasi penting bagi para guru untuk memahami esensi dan tujuan penggunaan alat peraga berbasis permainan dalam konteks pembelajaran yang lebih aktif dan bermakna.
“Selanjutnya, sesi simulasi dilakukan di dalam kantor, di mana fasilitator memperagakan secara langsung contoh penggunaan alat peraga dalam situasi pembelajaran nyata,” jelas Nur Ngazizah.
Demonstrasi ini, menurut Nur Ngazizah, memberikan gambaran konkret bagaimana alat peraga dapat diintegrasikan ke dalam proses belajar mengajar sehingga guru dapat melihat secara langsung manfaat dan cara penggunaannya.
Tahap praktik menjadi momen kunci dalam pelatihan ini, di mana seluruh peserta didorong untuk secara aktif merancang dan mengembangkan alat peraga edukatif yang menggabungkan unsur permainan sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis siswa.
Dalam proses ini, fasilitator memberikan bimbingan intensif mulai dari desain alat peraga, penyusunan soal atau aktivitas yang menantang berpikir kritis, hingga strategi implementasi di kelas. Pendampingan ini sangat penting untuk memastikan bahwa alat peraga yang dikembangkan tidak hanya menarik secara estetika, tetapi juga efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Dengan praktik langsung, guru tidak hanya memperoleh teori, tetapi juga pengalaman nyata dalam menciptakan media pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa,” sebut Nur Ngazizah.
Pada tahap akhir, sesi diskusi menjadi wadah bagi para peserta untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan refleksi terkait pelaksanaan pengembangan alat peraga. Diskusi ini membuka ruang dialog terbuka antara fasilitator dan guru mengenai berbagai kendala yang dihadapi saat menerapkan alat peraga di kelas, seperti keterbatasan waktu, ide kreatif, dan kemampuan teknis dalam mendesain alat peraga yang efektif.
Selain itu, diskusi juga menjadi momen untuk memberikan masukan konstruktif guna pengembangan lebih lanjut dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran yang interaktif dan bermakna. Melalui dialog ini, guru dapat saling bertukar pengalaman dan mendapatkan solusi praktis untuk mengatasi hambatan yang muncul.
Nur Ngazizah melihat, setelah pelatihan, terlihat perubahan positif yang signifikan pada peserta. Guru-guru menunjukkan penurunan tingkat kesulitan dalam merancang alat peraga dan peningkatan minat terhadap penggunaan media pembelajaran berbasis permainan yang dapat mendorong berpikir kritis siswa.
Namun demikian, masih terdapat potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa tantangan seperti keterbatasan ide kreatif, waktu yang terbatas untuk pengembangan alat peraga, serta kemampuan teknis dalam mendesain media pembelajaran yang efektif masih menjadi kendala yang perlu diatasi. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan ini merupakan langkah awal yang penting, namun tidak cukup jika tidak diikuti dengan dukungan berkelanjutan.
Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan alat peraga dalam pembelajaran, sangat diperlukan edukasi lanjutan dan dorongan berkelanjutan bagi guru. Media pembelajaran yang dikembangkan harus mampu tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga mampu menstimulus kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa secara konsisten.
“Guru-guru di SD Muhammadiyah Purworejo telah menunjukkan kemajuan dalam mengembangkan dan memanfaatkan alat peraga tersebut, namun mereka masih menghadapi beberapa kendala teknis dan pedagogis yang membutuhkan perhatian khusus,” kara Nur Ngazizah.
Oleh karena itu, dukungan dalam bentuk pelatihan lanjutan, pendampingan intensif, serta penyediaan sumber daya yang memadai sangat dibutuhkan untuk membantu guru mengatasi hambatan tersebut dan mengoptimalkan potensi alat peraga dalam pembelajaran.
Selain itu, evaluasi yang lebih mendalam dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk memantau dampak penggunaan alat peraga berbasis permainan dan berpikir kritis terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Evaluasi ini akan memberikan gambaran objektif mengenai efektivitas media pembelajaran yang dikembangkan serta memberikan masukan untuk perbaikan ke depan.
Dengan demikian, diharapkan kegiatan pelatihan ini dapat memberikan manfaat nyata dalam mewujudkan pembelajaran yang aktif, menyenangkan, dan bermakna bagi peserta didik, sekaligus mempersiapkan mereka menghadapi tantangan pendidikan abad ke-21 dengan keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang mumpuni.
“Kegiatan pengabdian Masyarakat ini terlaksana karena mendapatkan dana hibah LPPM UMPWR. Semoga kegiatan pengabdian ini bermanfaat untuk peningkatan kompetensi guru dan menjadikan pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna,” pungkas Nur Ngazizah. (Jon)